Jumat, 03 Februari 2012

PENEMUAN ARKEOLOGIS


Sejumlah peristiwa penghancuran telah dibenarkan oleh berbagai penelitian arkeologis pada zaman modern. Temuan-temuan ini secara jelas membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang di kutip dalam Al-Qur’an benar-benar pernah terjadi. Temuan-temuan ini secara jelas membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang dikutip dalam Al-Qur’an benar-benar terjadi. Terdapat banyak contoh kisah tentang masyarakat pada waktu lampau bagi orang-orang yang di karuniai kepahaman. Kehancuran mereka, yang disebabkan penentangan mereka terhadap Allah dan penolakan terhadap perintah-Nya, mengungkapkan betapa tidak berdayanya umat manusia di hadapan Allah swt. 
“Dan betapa banyak umat yang telah kami binasakan sebelum mereka, (padahal) mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka (umat yang belakangan)ini. Adakah tempat pelarian (dari kebinasaan bagi mereka)? (Q.S Az-Zariyat, 51: 36).

 


GELAR FIR’AUN

Dalam masa yang sama, Negara-negara kota lainnya di Mesopotamia menganggap Peradaban Mesir Kuno dikenal sebagai salah satu peradaban tertua di dunia dan dikenal sebagai Negara terorganisasi dengan tatanan sosial paling maju pada zamannya. Sebagai bukti mereka telah menggunakan tulisan sekitar abad ke-3 SM, serta memanfaatkan Sungai Nil dan terlindungi dari berbagai bahaya dari luar berkaitan dengan kondisi alamiah negeri tersebut, karena itu Sungai Nil sangat berarti bagi bangsa Mesir untuk peningkatan peradaban mereka.
Kenyataan istilah” Fir’aun” semula merujuk pada Istana Raja Mesir, namun perlahan-lahan menjadi gelar dari raja-raja mesir. Itulah sebabnya raja yang memerintah Mesir kuno mulai disebut”Fir’aun”. Raja Menes di kenal sebagai Fir’aun Mesir pertama yang berhasil menyatukan seluruh Mesir Kuno untuk pertama kali dalam sejarah dalam sebuah Negara kesatuan, kurang lebih abad ke-3 SM.
Fir’aun dianggap sebagai penjelmaan dewa terbesar dalam kepercayaan Mesir kuno yang politeitik dan menyimpang. Administrasi tanah rakyat, pembagian pendapatan, hasil pertanian, jasa dan produksi dikelola atas nama Fir’aun.   
Namun pada pada masyarakat yang beradab ini pula berlaku “pemerintah fir’aun”, suatu sistem kekafiran yang paling jelas dan tegas di sebutkan dalam Al-Qur’an. Mereka penuh kesombongan, mengenyampingkan kebenaran, dan menghina Tuhan. Rakyat Mesir sangat memegang kepercayaan akan kedewaan Fir’aun. Padahal sesungguhnya Fir’aun telah berlaku sewenang-wenang lagi melampaui batas, lebih memilih kehidupan dunia serta melupakan Tuhannya yang Maha Tinggi. Bahkan dia mengaku sebagai Tuhan.  Fir’aun beriman pada penghujung hidupnya. Ia minta pengampunan yang di tolak oleh Allah (Q.S Gafir,40: 46-48). Peristiwa ini menjadi peringatan manusia yang menunda kewajiban keagamaannya saat masih ada kesempatan (hidup masih muda) akan mencapai tahap akhir kehidupannya (menjelang ajal) yang saat itu iman dan pertaubatan menjadi tak berharga lagi. (Harun Yahya, Jejak Bangsa-Bangsa Terdahulu, 2007).
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar